Shanyna awalnya jatuh sakit setelah menderita reaksi alergi terhadap steroid yang diberikan untuk mengobati asma pada September 2009. Ia mengalami gatal-gatal dan muncul benjolan hitam menutupi kakinya hanya dalam beberapa jam yang menyulitkannya beraktivitas. Baru pada 2010, dokter di Baltimore menemukan bahwa benjolan yang menutupi seluruh tubuh sebenarnya adalah kuku manusia.
"Di mana ada rambut tumbuh, di situ ada kuku yang tumbuh," tutur Shanyna. "Awalnya aku tidak bisa duduk dan tidak bisa berjalan. Tapi sekarang aku bisa berjalan dengan tongkat dan kadang-kadang bisa berjalan sendiri."
Dokter juga menemukan kulit mahasiswi jurusan hukum ini menghasilkan sel-sel kulit 12 kali lebih banyak dibandingkan normal. Meski telah melakukan berbagai jenis pemeriksaan namun dokter tidak menemukan jawaban atas penyakit ini. Sementara ini dokter hanya mampu mengendalikan penyakit ini tanpa bisa mengobatinya.
Tak hanya menderita sakit, Shanyna juga menanggung banyak hutang untuk membayar biaya pemeriksaan di unit spesialis di Baltimore. Kini perempuan berusia 28 tahun itu mendirikan yayasan untuk mengumpulkan uang perawatan dirinya. Saat ini ia mendapat sokongan dari keluarga serta masih menanggung hutang sebesar Rp 2,35 miliar.